Pengalaman 3 Tahun pake Kamera Sony A7II


Sony A7 Mark II yang mempunyai nama lain ILCE 7M2 sampai blog ini ditulis masih dijual versi barunya, meskipun sudah muncul generasi penerusnya yaitu A7 Mark III. Dari segi performance Sony A7II saya rasa masih layak pakai dan layak beli di tahun 2020 ini, apalagi sekarang harganya sudah diskon gede-gedean. Saya beli kamera ini di tahun 2017, waktu itu masih seharga 19 juta dapet lensa kit. Sekarang harganya kurang lebih hanya sekitar 14 juta saja.

Pertimbangan utama dulu waktu beli kamera ini adalah pengin punya kamera full frame dengan harga yang reasonable atau APSC dengan fitur lumayan, yang mana pilihan waktu itu adalah Sony A7, A7II, Canon EOS 80D dan Canon EOS 6D.

Canon 6D pertama tersingkir dari pilihan karena harganya masih lumayan tinggi (sekitar 23 juta tanpa lensa) dan fitur yang sangat minim dibanding mirrorless Sony full frame. Canon 80D dengan harga 14 jutaan sebenarnya lumayan fiturnya dibanding 6D, namun sensor APSC masih jadi pertimbangan, jika saya membandingan bisa dapet fullframe dengan harga yang sama yaitu Sony A7.

Untuk Sony A7 sendiri dengan harga 14 juta, saya sudah sempat memutuskan untuk membeli kamera tersebut karena pertimbangan sensor full frame dan harga relatif murah. Namun di detik-detik akhir, keputusan itu goyah juga disebabkan oleh keisengan browsing-browsing. Awalnya saya mengira A7 mark I dan II (hanya) beda di In Body Image Stabilizer (IBIS) saja, jadi dengan selisih harga 6 juta dan cuma beda fitur itu saja saya cenderung memilih Sony A7, yang ternyata perbedaan fiturnya lebih dari itu.

Beberapa fitur yang jadi pembeda a7II selain IBIS dengan seri sebelumnya adalah adanya Auto Fokus Phase Detection yang lumayan ngaruh di kecepatan fokus. Kemudian di sisi konstruksi body kamera, ternyata A7 mark I sebagian besar body-nya masih plastik, kecuali plate atas dan bawah, sedangan di A7II body logam sudah mencakup hampir keseluruhan body kamera. Alasan terakhir yang membuat saya merogoh kocek lebih dalam untuk membeli A7II adalah 'dudukan mounting lensa'.

Dudukan mounting di A7 mark I ternyata berbahan ringkih, dan sudah beberapa kasus di internet, bukan hanya mounting A7, namun A7R mark I juga bermasalah. Masalah tersebut sudah tidak muncul di A7 mark II karena dudukan mounting sudah terbuat dari material logam yang lebih mumpuni. Pada akhirnya, berangkatlah saya ke Sony Center di Tunjungan Plaza Surabaya untuk menebus Sony A7 mark II setelah memantapkan pilihan sekian waktu lamanya.

Untuk diketahui, sebelumnya saya adalah pengguna kamera Canon sensor APSC walaupun entry level, yaitu seri EOS 1200D dengan lensa EF-50 f1.8 dan EFS-24 f2.8. Saya memakai Canon sekitar 2-3 tahun lamanya, kemudian pengin upgrade justru ketika sudah hapal luar dalem baik fitur maupun keterbatasan kamera Canon yang saya pakai waktu itu.

Beberapa keterbatasan di kamera lama saya yang menjadi alasan untuk upgrade ke Sony A7II antara lain adalah :
1. Full Frame
Sensor yang 1,5 kali lebih besar dari APSC seharusnya sudah cukup menjelaskan jika kualitas gambar  yang didapat lebih bagus. Kemudian Depth Of Field (DOF) yang lebih tipis yang otomatis dengan nilai 'f' yang sama, akan menghasilkan gambar yang lebih bokeh dari kamera APSC.

2. Dynamic Range
Saya suka bermain-main dengan file gambar RAW di Lightroom dengan menggeser-geser slide 'shadow' dan 'exposure' untuk melihat kekuatan Dynamic Range-nya, bahkan saya sering mendownload file RAW kamera-kamera yang saya tidak punya di situs DPreview untuk melihat kualitas gambar yang dihasilkan oleh kamera-kamera yang mungkin saya tidak mampu beli.  Pada kamera Canon entry level saya, ketika saya menggeser shadow ke exposure yang lebih terang, noise yang muncul udah gak karu-karuan, dimana noisenya muncul sangat banyak meskipun cuma digeser sedikit saja. Padahal saya membutuhkan dynamic range yang mumpuni sewaktu mengolah file foto landscape terutama ketika sunrise/ sunset. Pada Sony A7II, Dynamic Range pada yang ditangkap sensor kamera  ini sudah lebih dari mumpuni. Meskipun saya geser lebih terang 2-3 stop, noise yang muncul masih sedikit.

3. Video
Kelamahan yang paling kentara pada Canon saya dulu, menu shooting videonya, ga bisa Auto Focus Continuous (AFC), jadi musti manual focus atau pencet setengah shutter biar bisa focus waktu shoot video. Lalu meskipun canon saya sudah full HD, tapi cuma mentok 30 fps, ga bisa 60 fps, jadi repot kalo pengin video slow motion. Nah, di sony A7II sudah full HD 60fps (walaupun belum 4K sih) dan sudah bisa continous AF. Kalau fitur video lainnya kaya profile picture, S-log, dll ga ngerti saya.

4. ISO Performance
Kalau ISO ini hampir sama kaya poin 1 di atas, cuma ini udah langsung keliatan meskipun file JPEG/ hasil kamera langsung. ISO performance di canon saya dulu, di 3200 aja udah awut-awutan itu noise, dan detail gambar juga udah parah. Di a7II mah di 6400 aja noise masih selow dan detail tetap terjaga kualitasnya.

5. In Body Image Stabilizer (IBIS)
Tekonologi IBIS di kamera sensor fullframe pertama kali disematkan di Sony A7II. Jadi meskipun pake lensa tanpa IS (Image Stabilizer), proses pengambilan gambar masih terbantu oleh IBIS ini untuk meredam getatan tangan di shutter speed rendah. Untuk video juga lumayan ngefek dan lebih stabil hasil footage-nya.

6. Fitur-fitur lainnya
Fitur tambahan di A7II yang cukup berguna dan tidak ada di kamera lama saya lumayan banyak sebenernya dan menjadi pertimbangan upgrade juga. Diantaranya adalah fitur Panorama, Kecepatan memfoto sampai 5fps (1200D cuma 3 fps), WIFI Transfer, Smartphone Remote, Shutter Speed sampai 1/8000 (1200D max 1/4000), HDR in Camera, Custom Button, Control Dial, dll.

Awal pertama saya memiliki Sony A7II, hanya ditemani oleh lensa Kit FE 28-75 f3.5-5.6. Lensa ini AF-nya lumayan mumpuni kok, dengan keterbatasan aperture yang bergeser saat zoom, sehingga lumayan gelagapan pake ISO tinggi kalo lagi di Indoor dan kondisi Lowlight. Meskipun menggunakan Lensa Kit, hasil jepretan A7II dengan sensor Full Frame ini sudah cukup tajam, apalagi dibanding kamera lama saya.

Sekarang setelah 3 tahun memakai kamera ini, saya kira ga ada salahnya berbagi pengalaman susah dan senang dari pemakain Sony a7II saya dan mungkin bisa berguna buat yang lagi pilih-pilih kamera tapi ga lihat spesifikasi doank. Ada beberapa poin yang saya rasakan setelah sekian lama pake kamera ini, diantaranya adalah :

1. Tone/ warna
Keluhan saya untuk Sony A7II ini di awal pemakaian adalah tone/ warna dengan settingan standar yang relatif tidak enak dipandang terutama hasil langsung kamera/jpeg. Apalagi ketika sudah memotret subyek manusia, warna kulit yang dihasilkan sangat tidak natural. Kalau dari hasil browsing, semacam terdapat tone green tint yang membuat warna kulit jadi aneh dan kehijau-hijauan. Berhubung saya seringnya pake RAW motretnya, ga kesel-kesel amat awalnya, cuma kok ya kadang-kadang butuh JPEG juga di kondisi tertentu.

Setelah sekian lama pemakaian A7II-nya saya coba-coba geser setting warna, dan akhirnya ketemu juga settingan yang sesuai selera dan mendekati warna aslinya. Racikan warna saya adalah tetap pilih profil 'Standard' dengan autoWB Shift ke kiri -2. Terkadang ganti lensa juga mempengaruhi tone hasil jepretan.

2. Durability/ ketahanan
Selama 3 tahun memiliki A7II, saya bawa melanglang buana ke berbagai macam lokasi dan kondisi cuaca. Pernah suatu waktu di kondisi sangat lembab, yaitu memotret air terjun tukad cepung di Bali saat hujan. Sempat khawatir karena saking lembabnya, kamera juga banyak kena tetesan hujan dan cipratan air terjun, tapi syukurlah ga ada masalah apa-apa sama A7II saya. Sempat juga saya bawa di suhu yang sangat dingin meskipun gak sampai minus seperti pas jalan-jalan di eropa dan gunung bromo juga masih aman ini kamera.
Mungkin banyak faktor yang mempengaruhi ketahanan suatu kamera. Semisal bisa jadi saya beruntung mendapat 'good copy', sedangkan saya sering menemui di forum pemilik kamera sony banyak yang mengalami setelah lewat 2 tahun, tombol-tombol kamera tidak berfungsi karena faktor kabel flexibel rusak. Biaya perbaikan kerusakan tersebut kisaran 700 s/d 900 ribu rupiah.

3. Noise
Saya akui noise performance di kondisi ISO tinggi (lowlight) pada sony A7II dibanding sesama kamera full frame agak sedikit tertinggal, apalagi jika kamu memotret  pake file RAW, dimana foto masih mentah tanpa noise reduction. Namun saya perhatikan di A7II ini, meskipun noise tinggi saat lowlight, detail gambar tetep terjaga, tidak seperti sewaktu memakai kamera APSC.

4. Body
Body dari Sony A7II relatif enak digenggam meskipun tidak semantap DSLR, tapi dengan karakter saya yang tidak suka memakai strap, kamera ini, dengan grip yang lumayan menonjol, lengket-lengket saja di tangan dan ga pernah jatuh. Untuk ukuran mirrorless kamera, A7II lumayan mantap grip-nya.
Karet pada bagian bawah sd card slot mulai melar setelah 2 tahun pemakain, disamping memang kamera saya frekuensi pemakaiannya memang cukup sering dan sedikit 'slengean'.

Seiring berjalannya waktu saya menjual lensa kit dan membeli lensa prime FE 50 dan 28. Kedua lensa ini sementara masih bisa memenuhi kebutuhan memotret saya, walaupun masih punya wishlist tamron 28-75 dan FE 70-200 sih, tapi ntar-ntar aja kalau sudah kaya (kapan?).











Komentar

  1. Sangat membantu mas, ada saran? karena saya juga pingin punya a7ii ini, saya pemakai nikon

    BalasHapus
  2. koreksi dikit.. A7 polos juga sudah Hybrid autofokus sih, bisa Contrast Detect dan Phase Detect.

    BalasHapus

Posting Komentar